LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II
SIKLUS
REPRODUKSI
![]() |
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Siklus reproduksi adalah
perubahan siklik yang terjadi pada system reproduksi (ovarium, oviduk, uterus
dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperhatikan korelasi
antara satu dengan lainnya. Siklus reproduksi dipengaruhi oleh faktor pelepas
dar hipotalamus, hormon gonadotropin dari hipifisis dan hormon seks dari
ovarium (Muchtaromah, 2009).
Siklus reproduksi merupakan
rangkaian semua kejadian biologik yang berlangsung secara sambung menyambung
hingga terlahir generasi baru dari suatu makhluk hidup. Jika siklus reproduksi
dari suatu makhluk hidup terputus maka kehadiran makhluk tersebut di dunia
menjadi terancam, dan pada suatu saat makhluk tersebut mati tanpa ada generasi
penerusnya (Partodiharjo,
1992).
Sistem reproduksi betina ada
mengalami suatu daur, yang berulang seara berkala dan teratur. Lama daur
pembiakan itu bermacam pada berbagai jenis hewan mamalia. Ada yang beberapa
hari, ada yang beberapa minggu, ada yang berbulan, dan ada pula yang sekali
setahun (Yatim, 1994).
Teori
di atas menunjukkan betapa pentingnya kita memahami siklus reproduksi terutama
pada Mamalia, sehingga dapat juga diketahui kapan tibanya masa subur tersebut.
Oleh karena itu praktikum tentang siklus reproduksi ini sangat penting guna
memahami dengan detail dan menambah pengetahuan dari literatur yang ada.
Praktikum yang telah kita lakukan mengamati tentang pengamatan siklus
reproduksi meliputi sel-sel hasil apusan vagina, tahap
siklus reproduksi yang sedang di alami hewan betina.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari
praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana membedakan sel-sel hasil
apusan vagina?
2.
Bagaimana menentukan tahap siklus
reproduksi yang sedang di alami hewan betina?
1.3 Tujuan
Sedangkan tujuan dari praktikum
kali ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui cara membedakan sel-sel
hasil apusan vagina
2.
Untuk mngetahui cara menentukan tahap
siklus reproduksi yang sedang di alami hewan betina
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Reproduksi
Siklus
reproduksi adalah rangkaian semua kejadian biologik kelamin yang berlangsung
sambung menyambung hingga terlahir generasi yang baru dari suatu makhluk hidup.
Untuk memperoleh dasar yang lebih baik dalam menerangkan fisiologi kelamin,
sering pula peristiwa ovulasi yang mengikuti kejadian birahi sebagai titik
permulaan dari siklus berahi, sedangkan untuk menerangkan siklus birahi terbagi
manjadi 4 fase, yaitu: proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. (Partodiharjo, 1992).
Reproduksi
adalah suatu cara yang penting bagi organisme untuk mempertahankan spesiesnya.
Kelangsungan hidup tersebut hanya dapat dicapai dengan pembentukan organisme
baru oleh organisme yang sudah ada sebelumnya, dalam suatu proses reproduksi (Sutyarso, 1996).
Menurut
tenser (2003), dalam reproduksi dikenal dengan istilah siklus reproduksi,
siklus reproduksi adalah perubahan siklis yang terjadi pada sistem reproduksi
(ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang
memperlihatkan korelasi antara satu denagn lainnya.
Ruang lingkup siklus reproduksi
meliputi beberapa faktor yaitu; pubertas, musim kelamin, siklus birahi,
fertilisasi, kebuntingan dan kelahiran. Pubertas ditandai dengan adanya
kesiapan untuk melakukan fertilisasi pertama kali, yang mana dipengaruhi oleh
faktor-faktor: spesies, turunan, iklim, musim, makanan, jenis kelamin,
management system, stress, dan faktor-faktor genetik (Sutyarso,
1996).
Siklus
reproduksi dipengaruhi oleh faktor pelepas dari hipotalamus, hormon
gonadotropin dari hipifisis dan hormon seks dari ovarium. Siklus reproduksi
pada mamalia non primata disebut estrus. Sedangkan siklus reproduksi pada
primata disebut siklus menstruasi (Muchtaromah, 2007).
2.1.1 Pubertas
Menurut
Toilehere (1979), pubertas didefinisikan sebagai umur dan waktu dimana
organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang biakan dapat terjadi.
Pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi yang normal, sempurna, masih
akan tercapai kemudian. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya
estrus dan ovulasi.
Perkawinan yang pertama bagi hewan betina muda pubertas
hendaknya di tangguhkan beberapa saat, hingga tubuhnya telah cukup dewasa untuk
mngandung anak. Tercapainya pubertas bagi setiap individu hewan agak berbeda karena
pertumbuhan tubuh dan kelamin sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut adalah katurunan, iklim, sosial dan makanan (Partodihardjo, 1992).
Faktor keturunan sangat menentukan saat tercapainya
pubertas, iklim dan kondisi makanan juga merupakan faktor penting dalam
menentukan umur pubertas. Faktor sosial sangat jelas mempengaruhi saat
tercapainya pubertas. Adanya pejantan disekitar anak-anak hewan, akan
mempercepat tercapainya saat pubertas. Sedangkan sekumpulan hewan betina tanpa
adanya pejantan mengalami perlambatan untuk mencapai saat pubertasnya
(Partodihardjo, 1992).
Proses biologik yang terjadi dalam pertumbuhan alat
kelamin sebelum lahir sampai tercapainya saat pubertas pada hewan jantan dan
betina agak berlaian. Pada umumnya persiapan bagi hewan jantan untuk mencapai
kejantanannya dan pubertasnya lebih cepat dibanding dengan hewan betina (Yatim,
1994).
2.1.2 Musim Kelamin
Musim
kelamin (breeding season), merupakan
suatu musim dalam suatu tahun dimana suatu jenis hewan memperlihatkan aktifitas
perkawinan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi musim kelamin
diantaranya: lamanya siang hari (Photo Period), suhu, mekanisme
hormonal, faktor-faktor lain (ex: rangsangan psikologis) (Sutyarso, 1996).
Berdasarkan jarak antara
musim kelamin dengan musim kelamin berikutnya, atau berdasarkan jarak anatra
birahi dan birahi berikutnya, beberapa jenis hewan dapat digolongkan menjadi
monestrus, polyestrus dan polyestrus bermusim (Partodihardjo, 1992).
Golongan monestrus adalah golongan hewan yang menunjukkan
gejala berahi satu kali dalam satu tahun. Hewan-hewan betina golongan monestrus
tidak berahi serentak,anamun masih dapat digolongkan bermusim karena frekuensi
kejadian berahi terikat lebih sering dalam satu periode tertentu. Golongan
polyestrus adalah golongan hewan yang menunjukkan gejala berahi beberapa kiali
dalam satu tahun. Karena gejala berahi dari golongan ini muncul hampir setiap
saat, tanpa mengikuti pola perubahan musim, maka mereka tidak mempunyai musim
kelamin. Sedangkan golongan polyestrus bermusim merupakan golongan hewan yang
menunjukkan gejala berahi beberapa kali dalam satu musim kalamin
(Partodihardjo, 1992).
Kebanyakan Vertebrata
betina menagalami daur pembiakan yang berlangsung sekali sampai beberapa sekali
dalam setahun. Daur pembiakan usul-usulnnya menyesuaikan diri dengan suasana
ekologi (iklim, musim, musuh, kejala astronomis) (Yatim, 2004).
Dibawah ini merupakan skema
lama satu daur pembiakan pada mamalia (yatim, 1994):
|
Spesies
|
Lama Satu Daur
|
|
Mencit dan tikus
|
5 hari
|
|
Marmut
|
15 hari
|
|
Sapi, Kucing, dan Anjing
|
21 hari
|
|
Orang dan Kera
|
28 hari
|
|
Simpanse
|
35 hari
|
2.1.3 Siklus Birahi
Apabila pubertas telah terjadi dan berahi pertama telah
selesai, maka hewan betina pada umumnya melanjutkan hidupnya dengan tugas
menghasilkan anak. Jika berahi yang pertama tidak menghasilkan kebuntingan maka
berahi yang pertama itu disusul oleh berahi yang kedua, yang ketiga dan
seterusnta sampai betina itu menjadi bunting (Partodihardjo, 1992).
Siklus birahi adalah jarak antara berahi satu sampai
berahi berikutnya, sedangkan berahi sendiri merupakan saat dimana hewan betina
bersedia menerima hewan jantan untuk kopulasi. Kopulasi dapat menghasilkan
kebuntingan daan selanjutnya dapat menghasilkan anak (Yatim, 1994).
Terjadi perubahan-perubahan fisiologik dari alat kelamin
betina
pada suatu mencit. Perubahan ini
bersifat sambung-menyambung satu sama lain, akhirnya bertemu kembali pada permulaannya.
Sedangkan untuk dapat mengetahui siklus birahi berdasarkan gejala yang terlihat
dari luar tubuh, satu siklus birahi dibedakan ke dalam 4 fase, yaitu meliputi:
proestrus, estrus, metestrus, dan
diestrus (Sutyarso, 1996).
a)
Proestrus, yaitu fase persiapan, gejala yang terlihaat adanya
perubahan tingkah laku dan perubahan pada alaat kelanin bagian luar. Tingakah
laku betina menjadi agak lain dari biasanya. Alat kelamin betina luar
memperlihatkan tanda-tanda bahwa terjadi peningkatan peredaran darah. Meskipun
telah ada perubahan yang menimbulkan gairah seks, namun hewan betina ini masih
menolak pejantan yang datang karena tertarik oleh perubahan tingkah laku
tersebut (Sutyarso, 1996).
b)
Estrus, fase yang memperlihatkan gejala khusus yang ditandai
dengan terjadinya kopulasi. Jika hewan betina menolak untuk kopulasi, meskipun
tanda-tanda estrusnya sangat jelas terlihat, maka penolakan tersebut memberi
petanda bahwa hewan betina masih dalam fase proestrus atau fase estrus telah
terlewat (Sutyarso, 1996).
c)
Metestrus, fase dalam siklus berahi yang terjadi segera setelah
estrus selsai. Gejala yang dapat terlihat dari luar tidak terikat nyata, namun
pada umumnya masih di dpaatka sisa-sisa gejala estrus. Bedanya dengan estrus
adalah bahwa meskipun gejala estrus masih dapat dilihat tapi hewan betina telah
menolak pejantan untuk aktivitas kopulasi (Partodihardjo, 1992).
d)
Diestrus, fase yang ditandai tidak adanya kebuntingan, tidak
adanya aktivitas kawin dan hewan menjadi tenang. Dalam periode permulaan dari
diestrus, endometrium masih masih memperlihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan
kelenjar-kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok
(Partodihardjo, 1992).
2.2
Kajian Keislaman
Reproduksi manusia terjadi melalui proses-proses yang umum bagi binatang yang menyusui. Pada permulaannya terjadi pembuahan (fecondation) dalam rahim. Ada suatu ovul yang memisahkan diri dan ovarium di tengah-tengah siklus menstruasi. Yang menyebabkan pembuahan adalah sperma lelaki, atau lebih tepat lagi spermatozoide, karena satu sel benih sudah cukup satu kadar yang sangat sedikit dari sperma mengandung spermatozoide sejumlah puluhan juta. Cairan itu dihasilkan oleh kelenjar lelaki dan disimpan untuk sementara dalam ruangan dan saluran yang bermuara ke jalan air kencing. Ada kelenjar tambahan yang bertebaran sepanjang saluran sperma, dan menambah zat pelumas kepada sperma, tetapi zat itu tidak mengandung unsur pembuahan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan tentang reproduksi yaitu pada surat 76 Ayat 2 yang Berbunyi:
e)
ö@è%
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#ÿrß$yd
bÎ)
ôMçFôJtãy
öNä3¯Rr&
âä!$uÏ9÷rr&
¬!
`ÏB
Èbrß
Ĩ$¨Z9$#
(#âq¨ZyJtFsù
f) $¯RÎ)
$oYø)n=yz
z`»|¡SM}$#
`ÏB
>pxÿôÜR
8l$t±øBr&
ÏmÎ=tGö6¯R
çm»oYù=yèyfsù
$JèÏJy
#·ÅÁt/
ÇËÈ
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia
mendengar dan melihat”.
Banyak ahli tafsir seperti Hamidullah mengira bahwa campuran itu adalah campuran unsur lelaki. Begitu juga ahli-ahli tafsir kuno yang tidak memiliki ide sedikitpun tentang fisiologi pembuahan, khususnya kondisi-kondisi biologi wanita-wanita. Mereka itu mengira bahwa kata "campuran"
hanya menunjukkan bertemunya unsur lelaki dan wanita.
Tetapi ahli tafsir modern seperti penulis Muntakhab yang diterbitkan oleh Majlis Tertinggi Soal-soal Islam di Cairo mengoreksi cara para ahli tafsir kuno dan menerangkan bahwa setetes sperma mengandung banyak unsur-unsur. Ahli-ahli tafsir Muntakhab tidak memberikan perincian tetapi saya rasa
keterangannya sangat tepat. Cairan sperma dibikin oleh pengeluaran-pengeluaran bermacam-macam yang berasal dari kelenjar-kelenjar seperti berikut :
a) Testicule, pengeluaran kelenjar kelamin lelaki yang mengandung spermatozoide yakni sel panjang yang berekor dan berenang dalam cairan serolite
b) Kantong-kantong benih (vesicules seminates); organ ini merupakan tempat menyimpan spermatozoide, tempatnya dekat prostrate, organ ini juga mengeluarkan cairan tetapi cairan itu tidak membuahi.
c) Prostrate, mengeluarkan cairan yang memberi sifat krem serta bau khusus kepada sperma.
d) Kelenjar yang tertempel kepada jalan air kencing. Kelenjar Cooper atau Mery mengeluarkan cairan yang melekat, dan kelenjar Lettre mengeluarkan semacam lender.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2010 jam 15.00-17.00 WIB, di Laboratorium
Pendidikan B Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulan Malik Ibrahim Malang.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Adapun alat-alat yang di gunakan dalam praktikum
adalah:
1. mikroskop cahaya 1
Buah
2. Decglass 1
Buah
3. Obyekglass 1
Buah
4. Cattonbath 1
Biji
5. Pipet tetes 1
Buah
3.2.2
Bahan
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah:
1. Mencit 1
Ekor
2. Nacl 0,9% Secukupnya
3. Alkohol 70% Secukupnya
4. Methilen Blue Secukupnya
5. Air Secukupnya
3.3
Cara Kerja
Adapun cara
kerja pada praktikum tentang sistem reproduksi adalah :
1. Dimasukkan cotton bud yang sudah dibasahi alcohol
70% ke dalam vagina mencit kira-kira sedalam 0,5 cm, kemudian diputar dengan
hati-hati.
2. Apuskan ujung cotton bud pada kaca benda yang sudah
dibersihkan dengan alcohol 70 % (arah apusan satu arah) atau diteteskan cairan
keruh dari pipet ke kaca benda. Kemudian diwarnai dengan methilen blue 1 %.
3. Setelah 5 menit, dibuang kelebihan zat warna dan
dibilas dengan air.
4. Ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah
mikroskop sel-sel yang terlihat. Ditentukan gambaran sitologis apusan vagina
dan tahapan siklus reproduksinya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
|
Bahan
|
Hasil Pengamatan
|
Literatur
|
Keterangan
|
|
Mencit
1
|
|
![]()
\
(Anonymous,2010)
|
Fase
Metestrus
1. Sel menanduk
2. Sel epitel Berinti
3. Leukosit
C, L/E, C, L
|
|
Mencit 2
|
|
![]()
Gambar
leukosit
(Muchtaromah, 2008)
|
Fase
Estrus Awal
1.Sel
menanduk C++
2. Sel epitel berinti E
E,
C++
|
|
Mencit
III
|
|
![]()
(Anonymous,2009)
|
Fase
Diestrus
1.
Sel epitel berinti
2.
Lendir
3.
Leukosit
L,
E, lender
|
|
Mencit 4
|
|
![]()
(Anonymous,2009)
|
Fase
Etrus Akhir
1.
Sel epitel Kornifikasi
2.
Sel menanduk
C++
|
4.2
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan,
kita dapat mengetahui dan mengerti
tentang siklus reproduksi. Siklus reproduksi merupakan rangkaian semua kejadian
biologik yang berlangsung secara sambung menyambung hingga terlahir generasi
baru dari suatu makhluk hidup. Pembahasan
selanjutnya akan dijelaskan dibawah ini:
4.2.1
Mencit (Mus musculus) I
Dari
hasil pengamatan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4 x
10, yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada apusan vagina dari mencit I
tersebut terlihat adanya sel epitel berinti, leukosit dan sel menanduk. Dari
ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa pada apusan vagina dari mencit I ini
termasuk pada tahap metestrus.
Pada
tahap metestrus pada ovarium akan nampak adanya korpus luteum yang mulai
berdegenerasi dan di uterus dinding endometrium akan meluruh. sedangkan lama
pada tahap ini sekitar enam jam (Muchtaromah, 2009).
Menurut
Partodihardjo (1992) bahwa metestrus merupakan fase dalam siklus berahi, yang
terjadi segera setelah estrus selesai. Gejala yang dapat terlihat dari luar
tidak terikat dengan nyata, namun pada umumnya masih dapat di dapatkan
sisa-sisa gejala estrus. Bedanya dengan estrus adalah bahwa meskipun gejala
estrus masih dapat diikat tetapi hewan betina telah menolak pejantan untuk
aktivitas kopulasi.
Tahap
metestrus merupakan perpanjangan masa diestrus, yang setelah selesai satu daur
estrus tak segera dimulai dengan proestrus baru daur berikut. Masa istirahat
atau masa non-fertil ini berlangsung 1-2 hari, berminggu, atau sampai berbulan
(Yatim, 1994).
Perubahan
alat-alat reproduksi yang tidak dapat terlihat dari luar adalah perubahan pada
ovarium, endometrium dan cerviks. Pada ovarium terjadi pembentukan corpus
haemorhagicum di temapt folikel de Graaf yang baru selesai melepaskan sebuah
ovum, ovum yang baru saja keluar dari folikel telah berada dalam tuba fallopii
menuju ke uterus. Kelenjar-kelenjar endometrium telah menutup.
Kelenjar-kelenjar cerviks merubah sifat hasil sekresinya dari cair menjadi
kental (Yatm, 1994).
4.2.2
Mencit (Mus musculus) II
Dari
hasil pengamatan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40
x 10, yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada apusan vagina dari mencit
II tersebut terlihat adanya sel-sel mananduk dan sel epitel berinti. Dari cirri
tersebut bias diketahui bahwa pada mencit ke tiga ini temasuk tahap atau fase
estrus awal.
Estrus
awal, pada tahap ini di ovarium terjadi ovulasi, sedangkan di uterus dinding
endometerium akan bergranular dan membengkak mencapai ketebalan maksimum. Lama
tahap ini adalah 12 jam (Muchtarromah, 2006).
Estrus
merupakan
klimax fase folikel. Pada masa inilah betina siap menerima jantan, pada saat
ini pula terjadi ovulasi (kecuali pada hewan yang memerlukan rangsangan sexuil
lebih dulu untuk terjadinya ovulasi). Waktu ini betina jadi berahi atau panas.
Estrus
yaitu klimak fase folikel. Pada masa inilah betina siap menerima jantan, dan
pada saat ini pula terjadi ovulasi ( kecuali pada hewan yang memerlukan
rangsangan sexsuil lebih dulu untuk terjadinya ovulasi ). Waktu inilah betina
menjadi berahi atau panas (Partodihardjo, 1992).
4.2.3
Mencit (Mus musculus) III
Dari
hasil pengamatan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40
x 10, yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada apusan vagina dari mencit
III tersebut terlihat adanya sel epitel berinti, leukosit dan lendir. Dari
ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa pada apusan vagina mencit III ini
mengalami siklus estrus pada tahap diestrus.
Diestrus
merupakan fase dalam siklus birahi yang ditandai oleh adanya kebuntingan.tidak
adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang. Dalam perioade permulaan
dari diestrus, endometrium masih memperlihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan
kelenjar-kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok dan banyak
diantaranya yang berkelok-kelok hingga membentuk spiral. Tetapi pada
pertengahan fase diestrus kelenjar-kelejar permukaan yang cetek. Dalam periode
permukaan diestrus, corpus haemorhagicum mengerut karena di bawah lapisan
haemorhagicum ini tumbuh sel-sel kuning yang disebut lutein. Diestrus merupakan
fase utama diantara fase-fase yang terdapat dalam siklus birahi (Partodihardjo,
1992).
Menurut Yatim (1994), pada kebanyakan mamalia, jika tidak ada
kehamilan, ovarium dan alat kelamin tambahan mengalami perubahan berangsur
kembali kepada suasana istirahat dan tenang disebut tahap diestrus.
4.2.4
Mencit (Mus musculus) IV
Dari hasil pengamatan
mikroskopik dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 x 10, yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa pada apusan vagina dari mencit IV tersebut
terlihat adanya menanduk dan sel eptel kornifikasi, daei cirri-cir tersebut
diketahui bahwa mencit ke 4 termauk fase estrus akhir.
Pada
tahap Estrus akhir, tahap ini di ovarium terjadi ovulasi, sedangkan di uterus
dinding endimeterium akan bergranular dan membengkak mencapai ketebalan
maksimum. Lama tahap ini 18 jam (Muchtarromah, 2006).
Estrus
merupakan
klimax fase folikel. Pada masa inilah betina siap menerima jantan, pada saat
ini pula terjadi ovulasi (kecuali pada hewan yang memerlukan rangsangan sexuil
lebih dulu untuk terjadinya ovulasi). Waktu ini betina jadi berahi atau panas
Fase dalam siklus
birahi yang ditandai oleh tidak adanya kebuntingan, tidak adanya aktifitas
kelamin dan hewan menjadi tenang merupakan fase diestrus. Pada fase ini corpus
luteum (CL) matang terbentuk dan sepenuhnya melakukan fungsinya untuk
memproduksi progesteron. Progesteron disiapkan untuk mendukung kehamilan.
Jika ovum tidak terfertilisasi maka CL mengalami regresi, kadar progesteron
turun dan diestrus terhenti (Yatim, 1990).
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dan
hasil pembahasan dapat di simpulkan sebagai berikut:
1.
Siklus
reproduksi adalah perubahan siklik yang terjadi pada system reproduksi
(ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang
memperhatikan korelasi antara satu dengan lainnya.
2.
Siklus
birahi adalah jarak antara berahi satu sampai berahi berikutnya, sedangkan
berahi sendiri merupakan saat dimana hewan betina bersedia menerima hewan
jantan untuk kopulasi.
3.
Siklus
birahi terbagi manjadi 4 fase, yaitu: proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.
4.
Pada mencit I terdapat adanya sel epitel
berinti, leukosit dan sel menanduk. Dari ciri-ciri tersebut dapat diketahui
bahwa pada apusan vagina mencit termasuk pada tahap metestrus.
5.
Pada apusan vagina dari mencit II
tersebut terlihat adanya sel. Sel-sel menanduk dan sel-sel berinti. Dari ciri-ciri
tersebut dapat diketahui bahwa pada apusan vagina dari mencit I ini termasuk
pada tahap estrus awal.
6.
Pada apusan vagina dari mencit III
tersebut terlihat adanya sel epitel berinti, leukosit dan lendir. Dari
ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa pada apusan vagina mencit III ini
mengalami siklus estrus pada tahap diestrus.
7.
Pada apusan vagina dari mencit IV
tersebut terlihat adanya sel Sel epitel Kornifikasi, Sel menanduk. Dari
ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa pada apusan mencit vagina IV mengalami
siklus estrus pada tahap akhir
DAFTAR
PUSTAKA
Fitria, Laksmindra. 2008. EndokrinologiReproduksi pada mamalia. Online, (Fitria@yahoo.com) Diakses pada tanggal 10 Mei 2010
Muchtaromah, B. 2009.
Petunjuk Praktikum Struktur Perkembangan Hewan II. Malang. UIN Press
Partodihardjo, Soebadi. 1992. Ilmu
Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya
Sutyarso.
1996. Siklus Reproduksi. http://www.geocities.com/ifilixu/ laman6.htm. Diakses
pada tanggal 10 Mei 2010
Toelihere Mozes. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung : Angkasa
Tenser, Amy. 2003. Bahan Ajar: Strutur Hewan II. Malang : Dirjen Dikti
Yatim, W. 1994. Reproduksi
dan Embriologi. Bandung: Tarsito
Yatim, W. 1996. Histologi. Bandung: Tarsito





Tidak ada komentar:
Posting Komentar