LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II
EMBRIOLOGI
Dosen
Pembimbimbing:
Dr. Drh. Bayyinatul Muchtaromah, M.Si
Kholifah Kholil, M.Si
Oleh:
Arifatul Mukminin
10620049
![]() |
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM
(UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama proses
evolusi mammalia, telah terjadi perubahan-perubahan anatomik, endrokinologik
dan fisiologik yang jelas. Di antara yang lebih nyata adalah ekonomi produksi
gamet-gamet, pengurangan ukuran telur, pembuahan di dalam tubuh, perkembangan
corpus luteum sebagai suatu organ endokrin sementara, dan perkembangan plasenta
sebagai suatu organ nutritif, eksketoris, endokrin dan protektif. Pengaruh
utama adalah untuk menjamin kelanjutan jenis hewan (Toelihere, 1993).
Pembentukan
embrio terjadi setelah inti sel spermatozoa bersatu dengan inti sel ovum, maka
terjadilah sel baru yang bersiat diploid. Sel ini disebut (gamet satu sel atau
konseptus, gamet yang telah membelah menjadi 2 sel atau lebih atau embrio),
konseptus sering pula disebut embrio (Partodihardjo, 1992).
Sesudah proses
fertilisasi, dimulailah masa kebuntingan yang di akhiri pada waktu kelahiran.
Praktikum ini dilaksanakan agar dapat mengetahui bagaimana cara untuk mengawinkan
dan memelihara kelinci dan kambing, untuk mengetahui tentang perkembangan
embrio secara morfologi selama periode kehamilan. Selain itu juga dapat
mengetahui tentang perkembangan plasenta, fungsi dan bagaimana pembentukan
plasenta.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum kali ini
adalah :
1. Bagaimana cara
mengawinkan dan memelihara marmut, tikus, kelinci dan kambing?
2. Bagaimana mempelajari perkembangan embrio marmut,
tikus, kelinci dan kambing secara
morfologi selama periode kehamilan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara mengawinkan dan
memelihara marmut,
tikus, kelinci dan kambing.
2. Untuk mempelajari perkembangan embrio marmot, tikus, kelinci dan kambing
secara morfologi selama periode kehamilan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses peleburan dua macam gamet
sehingga terbentuk suatu individu baru dengan sifat genetik yang berasal dari
kedua parentalnya. Masuknya spermatozoa kedalam ovum, maka ovum dapat tumbuh
menjadi individu baru (Sudarwati, 1993).
Mammalia betina pada umumya, hanya akan
berkopulasi dengan jantan selama fase estrus, yaitu ketika sel telurnya telah
siap untuk dibuahi. Kadang-kadang kopulasi dapat terjadi pada waktu antara 5
jam sebelum ovulasi sampai 8 jam setelah ovulasi. Fase estrus biasanya ditandai
dengan alat kelamin luarnya, yaitu vulva yang membengkak dan berwarna
kemerahan. Keberhasilan perkawinan mencit ditandai dengan adanya sumbat vagina (vaginal
plug) yaitu suatu gumpalan cairan yang menutupi lubang vagina. Adanya
sumbat vagina merupakan hari kehamilan ke-0 mencit. Zigot yang terbentuk dari
hasil fertilisasi akan mengalami perkembangan menjadi embrio (Kholil 2009).
Kelinci hanya akan kawin apabila
betina dalam keadaan estrus. Lamanya siklus estrus pada betina biasanya antara
4-5 hari. Fertilisasi terjadi didalam oviduk, tepatnya yaitu sepertiga bagian
sebelah atas oviduk. Dalam hal ini sperma biasanya dapat mencapai ovum
dikarenakan gerakan dari sperma itu sendiri atau karena gerakan menggelombang
uterus dan oviduk (Rugh, 1971).
Kehamilan
akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh iduk. Pada kehamilan yang normal,
akan terjadi perubahan pada tubuh induk atau ibu hamil, yang berhubungan dengan
darah, sistem kardiovakular, pencernaan, jaringan lemak dan saluran
urogenitalis. Disamping itu ditemukan kenaikan berat badan induk yang
dikarenakan membesarnya janin, jaringan plasenta dan jaringan pada bagian lain
dari tubuh induk (Toelihere, 1979).
2.2 Pengertian Embrio
Janin atau embrio adalah makhluk yang sedang dalam
tingkat tumbuh dalam kandungan. Kandungan itu berada dalam tubuh induk atau
diluar tubuh induk (dalam telur). Tumbuh adalah perubahan dari bentuk sederhana
dan muda sampai bentuk yang komplek atau dewasa (Yatim, 1990).
2.3 Pembentukan, Pertumbuhan Dan Perkembangan
Embrio
Setelah terjadinya fertilisasi yaitu ditandai
dengan adanya kehamilan. Selama periode kehamilan akan terjadi serangkaian
proses perkembangan embrio. Proses perkembangan embrio diawali dengan proses
pembelahan, diferensiasi, perpindahan dan organogenesis. Pada Mammalia
pembelahan terjadi secara holoblastis. Pembelahan pertama akan melalui bidang
longitudinal yang terletak dibagian atas bidang ekuator. Pembelahan kedua
melalui bidang meridional, tetapi hanya pada blastomer kutub vegetal. Kemudian
diikuti dengan pembelahan blastomer di kutub animal, sehingga terbentuk 4
blastomer. Pembelahan ketiga terjadi pada blastomer di kutub vegetal secara
tidak serentak. Kemudian diikuti dengan pembelahan blastomer di kutub animal
yang juga terjadi secara tidak bersamaan. Di akhir pembelahan ketiga akan
terbentuk 8 balstomer (Hafez, 1993).
Perkembangan embrio melalui beberapa tahap yaitu segmentasi, blastulasi, gastrulasi,
neurulasi, dan organogenesis (Susilowati, 1989).
2.3.1 Segmentasi
Pembelahan atau segmentasi terjadi setelah pembelahan.
Zigot membelah berulang kali sampai terdiri dari berpuluh sel kecil yang disebut
blastomer. Pembelahan itu bisa meliputi seluruh bagian, bisa pula hanya
sebagian kecil zigot. Pembelahan ini terjadi secara mitosis. Bidang yang
ditempuh oleh arah pembelahan ketika zigot mengalami mitosis terus-menerus
menjadi banyak sel, disebut bidang pembelahan. Ada 4 macam bidang pembelahan yaitu meridian,
vertical, ekuator dan longitudinal. Segmentasi pertama terjadi didalam ampula oviduk, sekitar 24 jam setelah
fertilisasi, pembelahan berlanjut selama 2-3 hari (Sudarwati, 1993).
2.3.2 Morulla
Morulla yang terdiri dari 16 sel terbentuk 2,5 hari
setelah fertilisasi. Pada hari kehamilan ke-3 morulla turun ke dalam uterus. Mula-mula
berbentuk morulla, yaitu semacam gumpalan buah anggur diselaputi zona
pellucida. Morulla tumbuh menjadi blastula (blastocyst),
setelah membentuk rongga yang berisi cairan di dalamnya (Adnan, 2007).
2.3.3 Blastulasi
Setelah sel-sel morulla mengalami pembelahan
terus-menerus maka akan terbentuk rongga di tengah. Rongga ini makin lama makin
besar dan berisi cairan. Embrio yang memiliki rongga disebut blastula,
rongganya disebut blastocoel, proses pembentukan blastula disebut blastulasi. Pembelahan
hingga terbentuk blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari.
Selanjutnya blastula akan mengalir ke dalam uterus. Setelah memasuki uterus,
mula-mula blastosis terapung-apung di dalam lumen uteus. Kemudian, 6-7 hari
setelah fertilisasi embrio akan mengadakan pertautan dengan dinding uterus
untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Peristiwa terpautnya antara embrio
pada endometrium uterus disebut implantasi atau nidasi. Implantasi ini
telah lengkap pada 12 hari setelah fertilisasi (Yatim, 1990).
Blastulasi
dimulai di dalam uterus, ketika morula terdiri atas 32-64 sel. Diantara sel-sel
morula terbentuk rongga yang disebut blastocoel. Kelompok sel-sel pada kutub
animal disebut Inner Cell Mass, akan berkembang menjadi embrio selanjutnya.
Lapisan sel-sel tunggal yang mengelilingi blastocoel disebut trofoblas, akan
berkembang menjadi selaput-selaput ekstraembrio. Blastula Mammalia disebut
blastokista. Blastokista berada bebas dalam cairan di lumen uterus sambil
mempersiapkan diri untuk berimplantasi. Pada hari kehamilan ke-4 dan ke-5
blastokista mulai berimplantasi dalam endometrium uterus. Implantasi telah
lengkap pada hari kehamilan ke-6. Segera setelah implantasi, embrio memasuki
tahap gastrulasi, neurulasi dan organogenesis (Kholil, 2009).
Blastula tumbuh menjadi 2 jaringan : embryoblast (pemberi makan). Zona
pellucida pun pecah dan masih berada pellucida yang masih berada di luar ovum
hancur (Adnan, 2007).
Blastulasi
dimulai di dalam uterus, ketika morulla sudah terdiri dari atas 32-64 sel.
Diantara sel morulla terbentuk rongga yang disebut blastocoel. Trofoblast
merupakan lapisan dari beberapa sel yang akan mengelilingi blastocoel, lapisan ini akan berkembang menjadi selaput-selaput
blastocoel ekstrembrio (Sugiono, 1996).
Menurut
bentuknya blastula dibagi menjadi 3 macam diantaranya (Sudarwati, 1993) :
1.
Coeloblastula
yaitu balastula bundar yang berasal dari telur homo lecithal dan mediolecithal.
2.
Discoblastula
yaitu blastula yang berbentuk gepeng atau disebut juga blatula cakram, berasal
dari telur homolecithal yang mengalami pembelahan holoblastik tak teratur.
3.
Stereobaltula
yaitu bentuknya seperti coeloblastula tapi masif
2.3.4 Gastrulasi
Gastrulasi
merupakan pertumbuhan yang terjadi setelah blastula. Pada tingkat ini terjadi proses
dinamisasi daerah-daerah bakal pembentuk alat pada blastula, diatur dan
dideretkan sesuai dengan bentuk tubuh sepesies yang bersangkutan. Istilah
gastrula berasal dari kata gastrum atau gaster (lambung), karena pada fase ini
akan terjadi proses pertumbuhan yang kelak akan menjadi saluran pencernaan
(Yatim, 1996).
Gastrula
adalah tingkatan perkembangan embrio dimana terjadi proses pembentukan lapis
benih (germ kayer). Tanda khas tingkatan ini adalah terbentuknya calon
sitem pencernaan yaitu gastrocoel (archenteron). Pada tingkatan ini juga
terjadi diferensiasi yang pertama kali yaitu ektoderm, mesoderm yang pada
tingkatan sebelumnya tidak terjadi (blastula) (Suntoro, 1990).
Dalam proses gastrulasi disamping terus menerus
terjadi pembelahan dan perbanyakan sel, terjadi pula berbagai macam gerakan sel
di dalam usaha mengatur dan menyusun sesuai dengan bentuk dan susunan tubuh
individu dari spesies yang bersangkutan (Lindsay, 1982).
2.3.5 Tubulasi Dan Diferensiasi
Mengiringi
proses gastrulasi disebut proses tubulasi. Proses tubulasi terjadi mulai dari
daerah kepala sampai ekor, kecuali mesoderm, yang hanya berlangsung di daerah
truncus embrio. Sementara pada saat tubulasi berlangsung, maka embrio pun
menjadi lebih besar serta bertambah panjang dan akan mengahasilkan tubuh yang
berbentuk batang yang merupakan ciri dari Chordata (Sugiono, 1996).
Tubulasi adalah pertumbuhan yang mengiringi
pembentukan gastrula atau disebut juga dengan pembumbungan. Daerah-daerah bakal
pembentuk alat atau ketiga lapis benih ectoderm, mesoderm dan endoderm,
menyusun diri sehingga berupa bumbung, berongga. Yang tidak mengalami
pembumbungan yaitu notochord, tetapi masif. Mengiringi proses tubulasi terjadi
proses differensiasi setempat pada tiap bumbung ketiga lapis benih, yang pada pertumbuhan
berikutnya akan menumbuhkan alat (organ) bentuk definitif. Ketika tubulasi
ectoderm saraf berlangsung, terjadi pula differensiasi awal pada daerah-daerah
bumbung itu, bagian depan tubuh menjadi encephalon (otak) dan bagian belakang
menjadi medulla spinalis bagi bumbung neural (saraf). Pada bumbung endoderm
terjadi differensiasi awal saluran atas bagian depan, tengah dan belakang
(Sudarwati, 1993).
Mengiringi
proses tubulasi terjadi proses diferensiasi. Diferensiasi terjadi pada ketiga
tabung benih yang mana pada pertumbuhan berikutnya akan membentuk (organ),
bentuk definitif (Campbell, 2003).
Diferensiasi berlangsung pada jaringan embrio awal. Di
sini berlaku daur sel. Sel muda yang bersifat pluripotent atau totipotent
setelah mengalami diferensiasi akan menjadi sel dewasa unipotent, yaitu yang mengalami satu macam struktur dan aktivitas. Diferensiasi ini
berlangsung sejak zygote, yakni setelah terjadi fertilisasi, dan berakhir pada
tingkat organogenesis (Sadler, 1988).
2.3.6 Organogenesis
Organogenesis disebut juga dengan morphogenesis. Pada periode ini embrio akan memiliki
bentuk yang khusus bagi suatu spesies, pada masa ini juga akan mengalami
penyelesaian pertumbuhan jenis kelamin, watak (karakter psikis dan fisik) serta
roman atau wajah yang khusus bagi setiap individu (Sugiono, 1996).
Pada
kambing permulaan pembentukan organ dan bagian-bagian tubuh berlangsung sejak
minggu kedua sampai keenam masa kebuntingan. Selama periode ini saluran
pencernaan, paru-paru, hati dan pankreas berkembang dari usus primitif
(Toelihere, 1993).
2.4
Plasenta
Segala
kebutuhan embrio untuk perkembangannya diperoleh dari induk, melalui organ
ekstra embrio yang disebut plasenta. Pembentukan plasenta dimulai pada hari
kehamilan ke-8 (Susilowati, 1989).
Plasenta
adalah tenunan tubuh embrio dari hewan induknya, yang terjalin pada waktu
tumbuhnya embrio untuk keperluan penyaluran makanan dari induk kepala anak dan
zat buangan dari anak ke induk (Partodihardjo, 1992).
Plasenta dapat di anggap sebagai suatu homograft, karena
secara genetik ia berbeda dari hewan induk. Walaupun ia bersatu secara intim
dengan jaringan induk ia tidak ditolak sampai kelahiran, suatu periode yang
cukup lama untuk berlangsungnya suatu reaksi hormonal dari homograft tersebut
(Mukayat, 1984).
Plasenta
merupakan organ ekstra dari embrio yang mana segala kebutuhan embrio untuk
perkembangannya diperoleh dari induknya. Pembentukan plasenta ini dimulai pada
hari kehamilan ke-85 (Kholil, 2009).
Fungsi plasenta diantaranya adalah sebagai berikut
(Yatim, 1996) :
1.
Sebagai
paru-paru untuk keluar masuknya gas pernafasan.
2.
Sebagai
usus untuk mengapsropsi bahan makanan.
3.
Sebagai
ginjal untuk membuang ampas metabolisme janin
4.
Menghasilkan
zat untuk memelihara pertumbuhan janin.
2.5
Kajian keislaman
Reproduksi manusia terjadi melalui proses-proses yang umum bagi binatang yang menyusui. Pada permulaannya terjadi pembuahan (fecondation) dalam rahim. Ada suatu ovule yang memisahkan diri dan ovarium di tengah-tengah siklus menstruasi. Yang menyebabkan pembuahan adalah sperma lelaki, atau lebih tepat lagi spermatozoide, karena satu sel benih sudah cukup satu kadar yang sangat sedikit dari sperma mengandung spermatozoide sejumlah puluhan juta. Cairan itu dihasilkan oleh kelenjar lelaki dan disimpan untuk sementara dalam ruangan dan saluran yang bermuara ke jalan air kencing. Ada kelenjar tambahan yang bertebaran sepanjang saluran sperma, dan menambah zat pelumas kepada sperma, tetapi zat itu tidak mengandung unsur pembuahan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan tentang reproduksi yaitu pada surat 76 Ayat 2 yang Berbunyi:
3
4
ö@è%
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#ÿrß$yd
bÎ)
ôMçFôJtãy
öNä3¯Rr&
âä!$uÏ9÷rr&
¬!
`ÏB
Èbrß
Ĩ$¨Z9$#
(#âq¨ZyJtFsù
5
$¯RÎ)
$oYø)n=yz
z`»|¡SM}$#
`ÏB
>pxÿôÜR
8l$t±øBr&
ÏmÎ=tGö6¯R
çm»oYù=yèyfsù
$JèÏJy
#·ÅÁt/
ÇËÈ
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia
mendengar dan melihat”.
Banyak ahli tafsir seperti Hamidullah mengira bahwa campuran itu adalah campuran unsur lelaki. Begitu juga ahli-ahli tafsir kuno yang tidak memiliki ide sedikitpun tentang fisiologi pembuahan, khususnya kondisi-kondisi biologi wanita-wanita. Mereka itu mengira bahwa kata "campuran"
hanya menunjukkan bertemunya unsur lelaki dan wanita.
Tetapi ahli tafsir modern seperti penulis Muntakhab yang diterbitkan oleh Majlis Tertinggi Soal-soal Islam di Cairo mengoreksi cara para ahli tafsir kuno dan menerangkan bahwa setetes sperma mengandung banyak unsur-unsur. Ahli-ahli tafsir Muntakhab tidak memberikan perincian tetapi saya rasa
keterangannya sangat tepat. Cairan sperma dibikin oleh pengeluaran-pengeluaran bermacam-macam yang berasal dari kelenjar-kelenjar seperti berikut :
a) Testicule, pengeluaran kelenjar kelamin lelaki yang mengandung spermatozoide yakni sel panjang yang berekor dan berenang dalam cairan serolite
b) Kantong-kantong benih (vesicules seminates); organ ini merupakan tempat menyimpan spermatozoide, tempatnya dekat prostrate, organ ini juga mengeluarkan cairan tetapi cairan itu tidak membuahi.
c) Prostrate, mengeluarkan cairan yang memberi sifat krem serta bau khusus kepada sperma.
d)
Kelenjar yang tertempel kepada jalan air kencing. Kelenjar Cooper atau Mery mengeluarkan cairan
yang melekat, dan kelenjar Lettre
mengeluarkan semacam lender.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum kali
ini dilaksanakan pada hari Selasa Tanggal 18 Mei 2010 jam 15.00-17.00 WIB Di
Laboratorium Pendidikan Biologi B Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum tentang reproduksi
dan perkembangan embrio adalah
1.
Papan
seksi 4 Buah
2.
Alat-alat Bedah 1 Buah
3.
Jarum Secukupnya
4.
Pisau 1 Buah
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan dalam praktikum tentang reproduksi dan perkembangan embrio
adalah:
1.
Kloroform Secukupnya
2.
Kapas Secukupnya
3.
Embrio Kambing 1 ekor
4.
Kelinci
(Pentalagus furnessi) 1
Ekor
5.
Kelinci 1 Ekor
6.
Tikus 1
Ekor
3.3 Cara Kerja
Cara kerja pada praktikum tentang tentang reproduksi dan perkembangan embrio
adalah :
1.
Disiapkan
marmut, kelinci,
tikus yang sekiranya sedang hamil
dan embrio kambing.
2.
Diberi
kloroform secukupnya hamster dan mencit, disembelih kelinci dengan menggunakan pisau tajam, kemudian
dibedah.
3.
Dibedah
tanduk uterus marmut, tikus,
kelinci dan juga di ambil embrio kambing. Di amati atau di
ukur bagian-bagiannya, yaitu :
a)
Posisi
embrio dalam uterus
b)
Panjang
atau ukuran embrio
c)
Ciri-ciri
morfologi embrio (mengamati dengan kaca pembesar)
d)
Keadaan
plasentanya
e)
Keadaan
selaput amnionnya
4.
Dibuat
gambar pengamatan. Dibuat analisis deskriptif morfologi embrio marmut, kelinci dan kambing tentang keadaan plasenta dan
keadaan selaput amnionnya pada masing-masing bahan amatan pada hari kehamilan
yang diamati.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Pengamatan Embrio Hewan
|
Gambar Pengamatan
|
Gambar literatur
|
Keterangan
|
|
Fetus Kambing
|
![]()
Fetus kambing
(Marjono,
1992)
![]()
Carunculae
kambing
(Marjono,
1992)
![]()
Amnion
(Marjono,
1992)
|
1. Mulut yang dapat dibuka
2. Tali pusar atau placenta
3. Mata yang masih tertutupi oleh selaput
4. Telinga
5. Kaki depan dan belakang dengan panjang 6,5
cm
6. Ekor
7. Anus
8. Bentuk carunculae concaf pada kambing
9. Carunculae merupakan daerah bundar
mukosa uterus yang menjulang ke dalam lumen uterus
10.
Cairan
amnion mengental menjadi mukoid, membantu pengeluaran fetus pada saat akhir
kebuntingan
|
|
Embrio Kelinci
|
![]()
Embrio kelinci
(Marjono,
1992)
|
1. Embrio sudah melewati masa pembelahan
sel
2. Sudah melewati morula, blastula dan
gastrula
3. Organ pada embrio tersebut belum
terbentuk
|
|
Embrio marmut
|
![]()
(Anonymous. 2010)
|
1.
Mata sudah sempurana
2.
Telinga sudah sempurna
3.
Terdapat cairan amnion
4.
Tipe ziskoidale
|
|
Embrio Tikus
|
![]()
(Anonymous. 2010)
|
1.
Jumlah fetus 10 ekor
2.
Mata belum sempurna
3.
Ekor pendek
4.
Kaki belum sempurna
|
4.1.1 Pembahasan
Ada beberapa kemungkinan mengapa hewan
coba yang kita amati tidak hamil, di antaranya adalah hewan coba yang kita beli
belum mencapai fase estrus, jadi meskipun seandainya ada jantan yang akan
berkopulasi, maka hewan tersebut tidak hamil, tidak ada spermatozoa yang
membuahi, jadi ketika ovum yang sudah siap dibuahi (matur) dan ternyata tidak
ada spermatozoa yang membuahi, maka hewan tersebut tidak akan hamil, kualitas
sperma, jadi meskipun ada ovum yang sudah matang yang siap dibuahi dan terdapat
juga spermatozoa yang di kopulasikan, namun ketika kualitas sperma jelek maka
dia tidak akan mampu membuahinya (Suntoro, 1990).
4.1.1.1 Embrio Kelinci
Embrio pada hewan coba
kelinci terlihat belum membentuk organisasi tetapi disini dapat dikatakan bahwa
embrio ini telah melewati masa-masa sel. Umur pada embrio hewan coba kelinci
ini diperkirakan mencapai 1 minggu. Embrio ini sudah melewati masa morulla,
blastula, dan grastula.
Morulla yang terdiri dari 16 sel terbentuk 2,5 hari setelah fertilisasi. Pada hari
kehamilan ke-3 morulla turun ke dalam uterus. Mula-mula berbentuk morulla,
yaitu semacam gumpalan buah anggur diselaputi zona pellucida. Morulla tumbuh
menjadi blastula (blastocyst),
setelah membentuk rongga yang berisi cairan di dalamnya (Adnan, 2007).
Setelah sel-sel morulla mengalami pembelahan
terus-menerus maka akan terbentuk rongga di tengah. Rongga ini makin lama makin
besar dan berisi cairan. Embrio yang memiliki rongga disebut blastula,
rongganya disebut blastocoel, proses pembentukan blastula disebut blastulasi.
Pembelahan hingga terbentuk blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung
selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan mengalir ke dalam uterus. Setelah
memasuki uterus, mula-mula blastosis terapung-apung di dalam lumen uteus.
Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embrio akan mengadakan pertautan dengan
dinding uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Peristiwa terpautnya antara embrio
pada endometrium uterus disebut implantasi atau nidasi. Implantasi ini
telah lengkap pada 12 hari setelah fertilisasi (Yatim, 1990).
Blastulasi dimulai di dalam uterus, ketika morula
terdiri atas 32-64 sel. Diantara sel-sel morula terbentuk rongga yang disebut
blastocoel. Kelompok sel-sel pada kutub animal disebut Inner Cell Mass, akan
berkembang menjadi embrio selanjutnya. Lapisan sel-sel tunggal yang
mengelilingi blastocoel disebut trofoblas, akan berkembang menjadi
selaput-selaput ekstraembrio. Blastula Mammalia disebut blastokista.
Blastokista berada bebas dalam cairan di lumen uterus sambil mempersiapkan diri
untuk berimplantasi. Pada hari kehamilan ke-4 dan ke-5 blastokista mulai
berimplantasi dalam endometrium uterus. Implantasi telah lengkap pada hari
kehamilan ke-6. Segera setelah implantasi, embrio memasuki tahap gastrulasi,
neurulasi dan organogenesis (Kholil, 2009).
Gastrulasi merupakan pertumbuhan yang terjadi setelah blastula. Pada tingkat ini terjadi proses
dinamisasi daerah-daerah bakal pembentuk alat pada blastula, diatur dan
dideretkan sesuai dengan bentuk tubuh sepesies yang bersangkutan. Istilah
gastrula berasal dari kata gastrum atau gaster (lambung), karena pada fase ini
akan terjadi proses pertumbuhan yang kelak akan menjadi saluran pencernaan
(Yatim, 1996).
Mengiringi
proses gastrulasi disebut proses tubulasi. Proses tubulasi terjadi mulai dari
daerah kepala sampai ekor, kecuali mesoderm, yang hanya berlangsung di daerah
truncus embrio. Sementara pada saat tubulasi berlangsung, maka embrio pun
menjadi lebih besar serta bertambah panjang dan akan mengahasilkan tubuh yang
berbentuk batang yang merupakan ciri dari Chordata (Sugiono, 1996).
Diferensiasi
berlangsung pada jaringan embrio awal. Di sini berlaku daur sel. Sel muda yang
bersifat pluripotent atau totipotent setelah mengalami
diferensiasi akan menjadi sel dewasa unipotent,
yaitu yang mengalami satu macam
struktur dan aktivitas. Diferensiasi ini berlangsung sejak zygote, yakni
setelah terjadi fertilisasi, dan berakhir pada tingkat organogenesis (Sadler,
1988).
Organogenesis
disebut juga dengan morphogenesis. Pada periode ini embrio akan memiliki bentuk
yang khusus bagi suatu spesies, pada masa ini juga akan mengalami penyelesaian
pertumbuhan jenis kelamin, watak (karakter psikis dan fisik) serta roman atau
wajah yang khusus bagi setiap individu (Sugiono, 1996).
4.1.1.2 Embrio Kambing
Embrio pada kambing
terlihat sangat jelas. Mulut pda embrio ini sudah dapat dibuka, tetapi matanya
masih tertutupi oleh selaput sehingga belum terbentuk adanya kelopak mata.
Telinga pada embrio in mencapai panjang 2 cm. Kulitnya masih sangat licin dan disini juga terlihat jelas adanya
ekor, anus dan penis. Pada embrio ini juga terdapat tali pusar. Dengan panjang kaki
depan 6,5 cm dan panjang kaki
belakang 11 cm. Plasenta pada embrio ini bertipe kotiledon dan vili pada
pembungkus fetus berkelompok berupa bercak-bercak atau berupa pentolan-pentolan
di antara korion. Selaput atau kantong fetus terdiri atas kantong Amnion,
kantong Yolk, kantong Allaritois dan kantong Chorion.
Carunculae pada kambing
berbentuk concaf dan merupakan daerah bundar mukosa uterus yang menjulang ke
dalam lumen uterus, jumlahnya mencapai 90 sampai 100 dan ukurannya berbeda
tergantung pada jenis spesies (Toelihere, 1993).
Lama kebuntingan ditentukan secara genetik walaupun dapat
dimodifiser oleh faktor-faktor maternal, foetal dsan lingkungan. Faktor
maternal meliputi umur induk mempengaruhi lama kebuntingan pada berbagai jenis
hewan. Suatu perpanjangan selama 2 hari dari lama kebuntingan normal terjadi
pada domba berumur 8 tahun. Faktor-faktor foetal meliputi suatu hubungan
terbalik antara lama kebuntingan dan besar litter. Kelamin foetus mungkin pula
menentukan lama kebuntingan. Kelamin dan besar foetus mungkin mempengaruhi lama
kebuntingan dengan mempercepat initiasi kelahiran. Faktor-faktor genetik
meliputi perbedaan-perbedaan kecil mengenai lama kebuntingan yang terdapat
dalam bangsa-bangsa ternak yang dapat disebabkan oleh faktor genetik. Perbedaan
masa kebuntingan antara domba tipe daging dan berbagai tipe woll telah
diperkirakan bahwa dipengaruhi oleh faktor genetik. Lingkungan fisik meliputi
pada domba tingkatan makanan mempengaruhi lama kebuntingan. Tingkatan makanan
rendah memperpanjang masa kebuntingan (Toelihere, 1993).
Plasenta dapat di anggap
sebagai suatu homograft, karena secara genetik ia berbeda dari hewan induk.
Walaupun ia bersatu secara intim dengan jaringan induk ia tidak ditolak sampai
kelahiran, suatu periode yang cukup lama untuk berlangsungnya suatu reaksi
hormonal dari homograft tersebut (Mukayat, 1984).
Selama permulaan masa
kebuntingan plasenta bertambah besar melalui ploriferasi aktif dari sel-sel
trophoblast. Selama pertengahan kebuntingan plasenta mencapai ukurannya yang
hampir maksimum yang bertepatan dengan pertumbuhan cepat foetus dan sesudah itu
akan menetap relatif konstan. Untuk memungkinkan terjadinya pertukaran
fisiologik secara maksimal, daerah permukaan plasenta diperluas baik oleh
pelipatan komponen atau oleh pertautan intim antara villi chorion dengan crypta
endometrium. Suatu perluasan daerah lebih lanjut terjadi oleh adanya mikrovilli
bersama yang bercabang-cabang (Toelihere, 1993).
Selaput ekstra embrional berdifferensiasi menjadi
amnion, allantois dan serosa. Amnion menyelubungi fetus. Serosa selaput paling
luar berkontak dengan endometrium. Terletak antara amnion dan chorion,
allantois bersambung dengan ujung anterior kantong air seni. Bagian dalam
allantois bersatu dengan amnion, bagian luarnya berfusi dengan serosa. Dengan
fusi ini buluh-buluh darah foetal pada allantos erat berhadap-hadapan dengan
arteriae yang terletak di dalam jaringan ikat antara allantois dan chorion.
Buluh ini penting untuk pertukaran darah antara foetus dengan plasenta
(Sudarwati, 1993).
Tipe dari plasenta pada embrio
kambing adalah kotoledon. Cotyledon pada chorioallantois bertaut pada
carunculae oleh villi yang menyelusup masuk ke dalam carunculae dan
bersama-sama membentuk placentom. Akan tetapi tidak semua carunculae bercampur
dengan villi allantochorion. Selama kebuntingan placentom membesar beberapa
kali lebih besar daripada diametere asalnya. Placentom yang terletak di tengah uterus bunting berkembang
menjadi lebih besar daripada dibagian ujung uterus. Selama pertumbuhan ini
mereka berubah bentuk dari datar menjadi bulat seperti jamur yang kecuali untuk
suatu daerah sekeliling pediculus, seluruhnya diselubungi oleh chorioallantois
(Susilowati, 1989).
Villi chorionok terdiri dari
inti mesenkim vaskuler di bagian dalam di kelilingi oleh sel trophoblastik yang
berbentuk kubus dan sel-sel raksasa binuclear. Selama permulaan kebuntingan
villi menjadi langsing kemudian menebal dan menjadi pendek pada akhir
kebuntingan (Iksan, 1992).
Tiga fungsi utama plasenta
adalah pengangkutan, penyimpanan dan biosintesa. Oleh karena iu kebuntingan
terutama merupakan suatu proses anabolik. Darah foetus dan induk tidak pernah
berkontak secara langsung. Namun demikian, kedua sirkulasi tersebut cukup dekat
pada pertemuan chorion dan endometrium sehingga oksigen dan zat-zat makanan
dapat merembes dri darah induk ke darah foetus dan produktersisa disalurkan
melalui arah yang berlawanan (Nalbandov, 1990).
Plasenta mengandung
tiga macam enzim yaitu enzim yang bekerja dalam aktivitas seluler secara rutin,
enzim yang mengkataliser reaksi yang perlu untuk pengangkutan aktif dan enzim
yang berkecimpung dalam aktivitas khusus seperti biosintesa hormon steroid
(Novian, 1994).
Embrio dikelilingi dan
dilindungi oleh cairan amnion yang terdapat di dalam selaput amnion. Seterusnya
selaput amnion dikelilingi oleh cairan allantois yang terdapat di dalam selaput
allantois. Satu fungsi cairan amnion adalah menyediakan suatu medium cair
didalam dimana embrio akan dapat berkembang bebas dari goncangan dan benturan
karena tertekan oleh struktur padat disekelilingnya. Cairan amnion dan
allantois bersifat agak basa dan mengandung protein, lemak, glukosa, fruktosa
dan garam anorganik (Junquiera, 1980).
Kriteria untuk menentukan umur embrio dan foetus adalah
waktu kopulasi dan ovulasi, atau berat dan panjang foetus, suatu pengukuran
yang di ambil dari ujung hidung sampai ke ujung ekor melalui punggung pada
suatu dataran sigittal (Partodihardjo, 1992).
Ukuran foetus secara
genetik ditentukan oleh komplemen gennya sendiri, komplemen gen induk dan
kompetisi intrauterin dengan foetus lain. Kontribusi genetik maternal dalam
variabilitas ukuran foetus jauh lebih besar daripada kontribusi paternal. Pada
kenyataannya telah diperkirakan bahwa 50-75 % variabilitas dalam berat lahir
ditentukan oleh faktor maternal (Toelihere, 1979).
Besar induk mempunyai
korelasi positif dengan pertumbuhan prenatal, lebih besar lebih cepat. Apabila
induk berasal dari bangsa besar maka akan menghasilkan anak yang besar pula. Masa kebuntingan
kambing relatif panjang dimana jaringan induk bersaing dengan pertumbuhan
foetus untuk periode yang lebih lama sehingga lebih efektif mengontrol besar
foetus (Yatim, 1996).
Dibawah ini adalah
tabel tempo tingkat-tingkat pembelahan pada Mammalia dari hitungan jam (Tenzer.
2001) :
![]() |
4.1.1.3 Embrio Tikus
Embrio pada tikus
sangat jelas. Mulut pada embrio ini sudah dapat dibuka, tetapi
matanya masih tertutupi oleh selaput sehingga belum terbentuk adanya kelopak
mata. Kulitnya masih sangat licin dan disini juga terlihat jelas adanya ekor,
anus dan penis. Pada embrio ini juga terdapat tali pusar. Dan terdapat
kaki belakang dengan panjang 4,5 cm Plasenta pada embrio ini bertipe
kotiledon dan vili pada pembungkus fetus berkelompok berupa bercak-bercak atau
berupa pentolan-pentolan di antara korion. Selaput atau kantong fetus terdiri
atas kantong Amnion, kantong Yolk, kantong Allaritois dan kantong Chorion.
Setelah sel-sel morulla mengalami pembelahan
terus-menerus maka akan terbentuk rongga di tengah. Rongga ini makin lama makin
besar dan berisi cairan. Embrio yang memiliki rongga disebut blastula,
rongganya disebut blastocoel, proses pembentukan blastula disebut blastulasi.
Pembelahan hingga terbentuk blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung
selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan mengalir ke dalam uterus. Setelah
memasuki uterus, mula-mula blastosis terapung-apung di dalam lumen uteus.
Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embrio akan mengadakan pertautan dengan
dinding uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Peristiwa terpautnya antara embrio
pada endometrium uterus disebut implantasi atau nidasi. Implantasi ini
telah lengkap pada 12 hari setelah fertilisasi (Yatim, 1990).
Blastulasi dimulai di dalam uterus, ketika morula
terdiri atas 32-64 sel. Diantara sel-sel morula terbentuk rongga yang disebut
blastocoel. Kelompok sel-sel pada kutub animal disebut Inner Cell Mass, akan
berkembang menjadi embrio selanjutnya. Lapisan sel-sel tunggal yang
mengelilingi blastocoel disebut trofoblas, akan berkembang menjadi
selaput-selaput ekstraembrio. Blastula Mammalia disebut blastokista.
Blastokista berada bebas dalam cairan di lumen uterus sambil mempersiapkan diri
untuk berimplantasi. Pada hari kehamilan ke-4 dan ke-5 blastokista mulai berimplantasi
dalam endometrium uterus. Implantasi telah lengkap pada hari kehamilan ke-6.
Segera setelah implantasi, embrio memasuki tahap gastrulasi, neurulasi dan
organogenesis (Kholil, 2009).
4.1.1.4 Embrio Marmut
Dari hasil pengamatan kami embrio marmut mempunyai
panjang fetus 10,5 cm, panjang kaki depan 4 cm, panjang kaki belakang 5 cm dan
panjang telinga 1,5 cm. Dan jumlah fetus 3 ekor. Mata sudah sempurna, telinga sudah sempurna.
Pada mamrmut ini mempunyai tipe embrio zikodale yaitu
Pada mamut Perkembangan embrio mamalia dapat
dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu tahap praimplantasi, tahap organogenesis dan
tahap fetogenesis. Dari segi toksikologi perkembagan ketiganya mempunyai
kepekaan yang berbeda-beda (Ngatidjan,
1991).
1.
Tahap
praimplantasi dimulai dari fertilisasi, pembelahan awal (cleavage), blastulasi
hingga gastrulasi awal. Karena pada tahap ini diferensiasi sel belum
berlanjut, apabila satu atau sekelompok sel rusak oleh gangguan agensia toksis
masih memungkinkan bagi sel-sel sehat di sekitarnya membelah dan menggantikan
posisi dan peran sel rusak tadi. Dengan demikian embrio pulih dan perkembangan
dapat berlanjut tanpa ada efek gangguan yang menetap. Sebaliknya apabila embrio
tidak dapat mentoleransi kerusakan itu maka embrio tidak dapat melanjutkan
perkembangannya dan mati. Maka dari itu efek gangguan agensia toksis pada
embrio pada tahap praimplantasi tidak akan menyebabkan kelainan perkembangan.
2.
Berbeda
dengan itu, apabila efek suatu agensia toksis menimpa embrio pada tahap
organogenesis, yaitu ketika pembentukan organ-organ sedang giat-giatnya
berlangsung, jadi perkembangan organ dapat terganggu dan mungkin akan terjadi
kecacatan ketika waktu akan lahir.
3.
Apabila
efek agensia toksis menimpa embrio ketika sebagian besar organ-organ telah
terbentuk (pada tahap ini embrio disebut fetus (fetogenesis)) dan fetus tinggal
melanjutkan pertumbuhan organ-organ itu, maka manifestasi gangguan seperti ini
jarang terjadi adanya kecacatan melainkan berupa hambatan pertubuhan dan
gangguan fungsi. Dengan demikian terdapat 4 kelompok wujud gangguan
perkembangan embrio, yaitu kematian,
kecacatan, hambatan pertumbuhan dan gangguan fungsi
(Ngatidjan, 1991).
Sel yang pertama pada
marmut maupun mencit terjadi 24 jam (1 hari) setelah pembuahan. Pembelahan terjadi
secara cepat di dalam oviduk dan berulang-ulang. Menjelang hari ke 2 setelah
pembuhan embrio sudah berbentuk morula 16 sel. Bersamaan dengan pembelahan,
embrio bergulir menuju uterus. Menjelang hari ke 3 kehamilan embrio telah masuk
ke dalam uterus, tetapi masih berkelompok-kelompok. Pada akhirnya embrio akan
menyebar di sepanjang kandungan dengan jarak yang memadai untuk implantasi
dengan ruang yang cukup selama masa pertumbuhan (Rugh,1971).
Sistem pembelahan telur mencit
dan marmot adalah holoblastik. Segmentasi pertama terjadi di dalam ampula
oviduk, sekitar 24 jam setelah fertilisasi, pembelahan berlanjut selama 2-3
hari. Morula yang terdiri dari 16 sel terbentuk 2,5 hari setelah fertilisasi.
Pada hari kehamilan k3-3 morula turun ke dalam uterus (Muchtarromah,2007).
Blastulasi dimulai di dalam
uterus, ketika morula sudah terdiri dari 32-64 sel. Di antara sel-sel morula
terbentuk rongga yang disebut blastocoel. Kelompok sel-sel pada kutub animal
disebut inner cell mass, yang mana akan berkembang menjadi embrio selanjutnya.
Lapisan sel-sel tunggal yang mengelilingi blastocoel disebut trofoblas, yang
mana akan berkembang menjadi selaput-selaput ekstraembrio. Blastula mencit dan
marmot disebut blastokista. Blastokista ini berada bebas dalam cairan di lumen
uterus sambil mempersiapkan diri untuk berimplantasi (Muchtarromah,2007).
Tahap
pembelahan (diakhir) akan terbentuk blastula. Blastula akan membentuk massa sel
sebelah dalam (ICM) dan tropectoderm yang akan berkembang menjadi plasenta. ICM
akan berkembang menjadi hipobals dan epiblas, dinama epibalas akan berkembang
menjadi embrio sedangkan hipobalas akan berkembang menjadi selaput ekstra
embrio (Sperber,1991).
Menurut
Rugh (1971) blastomer akan terimplantasi pada hari ke 4 kehamilan dan berakhir
pada hari ke 6 kehamilan. Kemudian diikuti dengan proses gastrulasi,
yakni adanya perpindahan sel dan diferensiasi untuk menbentuk lapisan ektoderm,
mesoderm dan endoderm. Akhir tahap perkembangan adalah proses pembentukan organ
dari lapisan ektoderm, mesoderm, endoderm dan derivat-derivatnya.
4.2
Hasil Pengamatan embrio Telur
Berdasarka hasil pengamtan yang telah kami
lakukan dengan memakai telut horn, ayam kampung dan telur bebek dan telur angsa sebagai kontrol maka
didapat hasil sebagai berikut :
|
Gambar pengamatan
|
Gambar
literature
|
|||
|
|
![]()
(Anonymous, 2009)
|
|||
|
Gambar
pengamatan
|
Gambar
literature
|
|||
|
|
(Anonymous, 2009)
|
4.1 Pembahasan
Berdasarkan
data hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap telur ayam
horn , telur ayam kampung, dan telur bebek dan telur angsa sebagai kontrol dengan peralkuan yang berbeda maka
diperoleh perbedaan-perbedaan yang jelas terhadap ukuran, bentuk, dan
kekentalannya anatara lain sebagai berikut :
4.2.1 Telur Ayam Horn
Berdasarkan
data hasil pengamatan pada praktikum kali ini yaitu pada perlakuan 370C memilki panjang 5,5 cm, diameter 7,5 cm, dan berat telurnya 56,96 gram. Pada bentuk anatomi dari telur ayam
horn ini albumin atau putih telurnya putih encer dan kami tandai dengan (-),
kuning telurnya kental tidak ada perubahan dan sama seperti pada saat sebelum
perlakuan yang kami tandai dengan (++). Memilki rongga udara yang besar,
terletak pada ujung telur yang menumpul.
Pada
telur horn dengan perlakuan 300C tidak ditemukan karena pada telur horn dengan suhu 300C pecah
sehingga kami tidak bias mengamati telur tersebut.
Pada
telur dengan
suhu perlakuan 270C memilki panjang 8 cm, diameter 7 cm, dan berat telurnya 61.75 gram dan mempunyai keliling 14. Pada bentuk anatomi dari telur ayam horn
ini albumin atau putih telurnya putih agak encer dan kami tandai dengan (-),
kuning telurnya kental tidak ada perubahan dan sama seperti pada saat sebelum
perlakuan yang kami tandai dengan (++). Memilki rongga udara yang besar,
terletak pada ujung telur yang menumpul.
pada
telur dengan suhu perlakuan 250C memilki panjang 6 cm, diameter 7,1 cm, dan berat telurnya 60.9 gram dan mempunyai keliling 14,2. Pada bentuk anatomi dari telur ayam horn
ini albumin atau putih telurnya putih agak encer dan kami tandai dengan (-),
kuning telurnya kental tidak ada perubahan dan sama seperti pada saat sebelum
perlakuan yang kami tandai dengan (++). Memilki rongga udara yang besar,
terletak pada ujung telur yang menumpul.
Dari
data pengamatan dapat kami sajikan berupa tabel sebagai berikut :
Telur Horn
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
370C
|
5,5 cm
|
7,5 cm
|
56,9
gram
|
15
|
-
Putih
telur agak encer (-)
-
Kuning
telur kental (++)
Rongga udara kecil
|
Telur Horn
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
270C
|
8 cm
|
7cm
|
61,75
gram
|
14
|
-
Putih
telur agak encer (-)
-
Kuning
telur kental (++)
Rongga udara kecil
|
Telur Horn
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
250C
|
6 cm
|
7,1 cm
|
60,9
gram
|
14,2
|
-
Putih
telur agak encer (-)
-
Kuning
telur kental (++)
Rongga udara kecil
|
Ket : 1. Putih telur 2.
Kunin telur
(-) agak encer (+) agak kental
(--) encer (++) kental
(---) sangat encer (+++) sangat kental
Hasil
analisa kami sesuai dengan pernyataan Partodiharjo (1991), bahwa Proses pembelahan sel berlangsung secara terus menerus ketika pasca
berselangnya spermatozoa masuk dalam sel ovum. Proses pembelahan dapat
diketahui, bahwa pada saat zona pellucida
membelah mencapai umlah 32 buah, maka disebut dengan morulla. Di dalam morulla terdapat ruangan yang nantinya bertugas
menyimpan cairan yang disebut dengan blastocoel,
sedangkan embrionya yang dalam fase ini disebut dengan blastocyte. Jika blastocoel telah
terbentuk, maka seolah-oleh tubuh terbagi dua, karena ada bagian sel yang
tumbuh membentuk sel-sel tipis di bagian permukaan yang menyelubungi hampir
diseluruh tubuh blastocoel.
Menurut
Rasyaf (2007), telur normal merupakan telur yang oval, bersih dan kulitnya
mulus. Sedangkan telur yang abnormal misalnya ukurannya kecil atau terlalu
besar, kulitnya retak atau keriting, bentuknya lonjong, telur lunak dan kotor
terkena litter atau tinja ayam, terutama telur yang kotor yang terkena tinja
langsung sisihkan.
Mengiri
brastula tadi disebut dengan gastrula yaitu merupakan pertumbuhan yang terjadi setelah
blastula. Pada tingkat ini terjadi proses dinamisasi daerah-daerah bakal
pembentuk alat pada blastula, diatur dan dideretkan sesuai dengan bentuk tubuh
sepesies yang bersangkutan. Istilah gastrula berasal dari kata gastrum atau
gaster (lambung), karena pada fase ini akan terjadi proses pertumbuhan yang
kelak akan menjadi saluran pencernaan (Mozes, 1982).
4.2.2 Telur Ayam Kampung
Berdasarkan hasil pengamatan
pada telur ayam kampung dengan perlakuan 370C di dapat hasil yaitu memilki panjang 5 cm,
diameter telur 6,5 cm, dan
dengan berat telur 38,17 gram
dan keliling 13. Setelah pengamatan
secara morfologi kami melakukan
pengamatan secara anatomi dengan memecah telur maka kami dapat data yaitu pada
putih telur atau albuminnya berwarna putih dan agak encer yang kami tandai (-),
dan untuk kuning telurnya berwarna kuning terang dan agak kental dengan tanda
(+), bentuk tidak berubah dan tidak hancur, sedangkan pada rongga udara
bentuknya relatif kecil. data yang kami dapat ini merupaka pengaruh dari
perlakuan yang kurang maksimal, hal ini dikarenakan kardus yang kami pakai
tidak tertutup rapat sehingga pemanas yang memakai lampo dop 10 watt tidak
dapat menyebar merata, karena faktor inilah yang membuat telur yang diinkubator
hanya putih telurnya yang mengalami perubahan. Selain itu juga proses penetasan
dengan alat bantu tanpa proses penetasan melalui induk ini relatif lebih lama. Proses penetasan ini Jika penetasan tanpa menggunakan induk maka telur ayam kampung membutuhkan 21 hari dan suhu 33-35° untuk menetas.
Pada pengamatan telur ayam
kampung dengan perlakuan 270C didapat hasil yaitu memilki 5 cm, diameter telur 6,5
cm, dan dengan berat telur 38,41 gram dan keliling 14. Setelah pengamatan secara morfologi kami melakukan pengamatan secara anatomi
dengan memecah telur maka kami dapat data yaitu putih agak encer dengan tanda
(-)dan kuning telur sangat kental dengan tanda (+++), sedangkan pada rongga
udara bentuknya relatif kecil.hal ini dikarenakan pemanasan dlam inkubator
terlalu tinggi sehingga antara putih dan kuning telur mbercampur dan
menimbulkan bau yang kurang enak dari pada telur normal.
Pada pengamatan telur ayam
kampung dengan perlakuan 250C didapat hasil yaitu memilki 7 cm, diameter telur 7 cm,
dan dengan berat telur 40,49 gram dan keliling 14,2. Setelah pengamatan secara morfologi kami melakukan pengamatan secara anatomi
dengan memecah telur maka kami dapat data yaitu putih agak encer dengan tanda
(-)dan kuning telur kental dengan tanda (++), sedangkan pada rongga udara
bentuknya relatif kecil.hal ini dikarenakan pemanasan dlam inkubator terlalu
tinggi sehingga antara putih dan kuning telur mbercampur dan menimbulkan bau
yang kurang enak dari pada telur normal.
Berikut
merupakan hasil dari pengamatan pada ayam kampung yang kami sajikan berupa
tabel :
Telur Ayam Kampung
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
370C
|
5 cm
|
6,5 cm
|
38,17
gram
|
13
|
-
Putih
tidak encer (-)
-
Kuning
telur agak kental (+)
Rongga udara kecil
|
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
270C
|
6 cm
|
6,5 cm
|
38,41
gram
|
13
|
-
Putih
tidak encer (-)
-
Kuning
telur agak kental (+++)
Rongga udara kecil
|
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
250C
|
7 cm
|
7 cm
|
40,49
gram
|
14
|
-
Putih
tidak encer (-)
-
Kuning
telur kental (++)
Rongga udara kecil
|
Ket : 1. Putih telur 2.
Kunin telur
(-) agak encer (+) agak kental
(--) encer (++) kental
(---) sangat encer (+++) sangat kental
Menurut Rasyaf
(2007), telur normal merupakan telur yang oval, bersih dan kulitnya mulus.
Sedangkan telur yang abnormal misalnya ukurannyakecil atau terlalu besar,
kulitnya retak atau keriting, bentuknya lonjong, telur lunak dan kotor terkena
litter atau tinja ayam, terutama telur yang kotor yang terkena tinja langsung
sisihkan.
Telur yang normal
mempunyai berat 57,6 gram dengan volume sebesar 63 cc dan bersih. Klasifikasi
telur bibagi atas empat kualitas, yaitu kualitas AA, kualitas A, kualitas B,
dan kualitas C. Penilaian ini berdasarkan pada kulit telur, celah udara did
aalm telur, putih telur, dan kuning telurnya. Untuk menilai bagian dalam telur
sudah pasti harus ada telur yang dipecahkan (Rasyaf, 2007).
Menurut Muchtaromah (1991), Segala
kebutuhan perkembangan embrio di atas memperoleh nutrisi makananan dari
induknya melalui pembentukan plasenta. Pembentukan plasenta dimulai pada hari
kehamilan yang ke-8,5. Plasenta adalah tenunan tubuh embrio dari hewan
induknya, yang terjalin pada waktu tumbuhnya embrio untuk keperluan penyaluran
makanan dari induk kepala anak dan zat buangan dari anak ke induk. Plasenta ini
berfungsi :
1.
Sebagai
paru-paru untuk keluar masuknya gas pernafasan.
2.
Sebagai
usus untuk mengapsropsi bahan makanan.
3.
Sebagai
ginjal untuk membuang ampas metabolisme janin
4.
Menghasilkan
zat untuk memelihara pertumbuhan janin.
Telur
yang normal mempunyai berat 57,6 gram dengan volume sebesar 63 cc dan bersih.
Klasifikasi telur bibagi atas empat kualitas, yaitu kualitas AA, kualitas A,
kualitas B, dan kualitas C. Penilaian ini berdasarkan pada kulit telur, celah
udara did aalm telur, putih telur, dan kuning telurnya. Untuk menilai bagian
dalam telur sudah pasti harus ada telur yang dipecahkan (Rasyaf, 2007).
Tenzer
(2003) mengatakan bahwa, diferensiasi berlangsung pada jaringan embrio
awal. Di sini berlaku daur sel. Sel muda yang bersifat pluripotent atau totipotent
setelah mengalami diferensiasi akan menjadi sel dewasa unipotent, yaitu yang mengalami satu macam struktur dan aktivitas. Diferensiasi ini
berlangsung sejak zygote, yakni setelah terjadi fertilisasi, dan berakhir pada
tingkat organogenesis.
Sementara
sel morulla terus mengalami pembelahan, sehingga sampai terbentuklah ruangan
yang menyerupai rongga, rongga ini berada di tenga, atau pada ayam di bawah
germinal disc. Rongga ini makin lama makin besar dan berisi cairan dalam fase
ini disebut dengan blastula (Yatim, 1994).
Mengiringi
proses gastrulasi disebut proses tubulasi. Proses tubulasi terjadi mulai dari
daerah kepala sampai ekor, kecuali mesoderm, yang hanya berlangsung di daerah
truncus embrio. Organogenesis disebut juga dengan morphogenesis. Pada priode
ini embrio akan memiliki bentuk yang khusus bagi suatu spesies, pada masa ini
juga akan mnegalami penyelesaian pertumbuhan jenis kelamin, watak (karakter
psikis dan fisik) serta roman atau wajah yang khusus bagi setiap individu
(sugiono, 1996)
4.2.3
Telur Bebek
Pada pengamatan telur ayam bebek dengan perlakuan 300C didapat hasil yaitu memilki 5,8 cm, diameter telur 7,15 cm, dan dengan berat telur 60,18
gram dan keliling 14,3. Setelah
pengamatan secara morfologi kami
melakukan pengamatan secara anatomi dengan memecah telur maka kami dapat data
yaitu putih kental dengan tanda (++) dan kuning telur sangat kental dengan
tanda (+++), sedangkan pada rongga udara bentuknya relatif kecil.hal ini
dikarenakan pemanasan dlam inkubator terlalu tinggi sehingga antara putih dan
kuning telur mbercampur dan menimbulkan bau yang kurang enak dari pada telur
normal.
Pada pengamatan telur ayam kampung
dengan perlakuan 250C didapat hasil yaitu memilki 5,5 cm, diameter telur 7,5
cm, dan dengan berat telur 48,08 gram dan keliling 15. Setelah pengamatan secara morfologi kami melakukan pengamatan secara anatomi
dengan memecah telur maka kami dapat data yaitu putih kental dengan tanda (++) dan
kuning telur sangat kental dengan tanda (+++), sedangkan pada rongga udara
bentuknya relatif kecil.hal ini dikarenakan pemanasan dlam inkubator terlalu
tinggi sehingga antara putih dan kuning telur mbercampur dan menimbulkan bau
yang kurang enak dari pada telur normal.
Pada
Suhu 370 dan pada suhu 270 telur tidak bias diamati
karena telur yang akan kita amati pecah.
Berikut merupakan hasil dari
pengamatan pada ayam kampung yang kami sajikan berupa tabel :
Telur Bebek
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
300C
|
5,8 cm
|
7,15 cm
|
60,18
gram
|
14,3
|
-
Putih
telur kental (++)
-
Kuning
telur sangat kental (+++)
Rongga udara kecil
|
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
250C
|
5,5 cm
|
7,5 cm
|
48,08
gram
|
15
|
-
Putih
telur kental (++)
-
Kuning
telur sangat kental (+++)
Rongga udara kecil
|
Ket : 1. Putih telur 2.
Kunin telur
(-) agak encer (+) agak kental
(--) encer (++) kental
(---) sangat encer (+++) sangat kental
Menurut Rasyaf (2007), telur normal merupakan
telur yang oval, bersih dan kulitnya mulus. Sedangkan telur yang abnormal
misalnya ukurannya kecil atau terlalu besar, kulitnya retak atau keriting,
bentuknya lonjong, telur lunak dan kotor terkena litter atau tinja ayam,
terutama telur yang kotor yang terkena tinja langsung sisihkan.
4.2.4 Telur Angsa
Pada pengamatan telur angsa dengan perlakuan 370C didapat hasil yaitu memilki 11 cm, diameter telur 9,5 cm, dan dengan berat telur 133,5
gram dan keliling 14. Setelah
pengamatan secara morfologi kami
melakukan pengamatan secara anatomi dengan memecah telur maka kami dapat data
yaitu putih sangat encer dengan
tanda (--) dan kuning telur agak
encer (-), sedangkan pada rongga udara bentuknya relatif
kecil.hal ini dikarenakan pemanasan dlam inkubator terlalu tinggi sehingga
antara putih dan kuning telur mbercampur dan menimbulkan bau yang kurang enak
dari pada telur normal.
Pada telur yang lain tidak bias diamati dengan baik karena telur tersebut
pecah.
Berikut merupakan hasil dari
pengamatan pada ayam kampung yang kami sajikan berupa tabel :
Telur angasa
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Diameter
|
Berat
|
Keliling
|
Keterangan
|
|
370C
|
11 cm
|
9,5 cm
|
133,5
gram
|
14
|
-
Putih
telur sangat encer (--)
-
Kuning
telur encerl (-)
Rongga udara kecil
|
Ket : 1. Putih telur 2.
Kunin telur
(-) agak encer (+) agak kental
(--) encer (++) kental
(---) sangat encer (+++) sangat kental
Menurut Rasyaf (2007), telur normal merupakan
telur yang oval, bersih dan kulitnya mulus. Sedangkan telur yang abnormal
misalnya ukurannya kecil atau terlalu besar, kulitnya retak atau keriting,
bentuknya lonjong, telur lunak dan kotor terkena litter atau tinja ayam,
terutama telur yang kotor yang terkena tinja langsung sisihkan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Janin atau embrio adalah makhluk yang sedang dalam
tingkat tumbuh dalam kandungan. Kandungan itu berada dalam tubuh induk atau
diluar tubuh induk (dalam telur). Tumbuh adalah perubahan dari bentuk sederhana
dan muda sampai bentuk yang komplek atau dewasa.
2. Embrio pada
kambing terdapat Mulut yang dapat dibuka Tali pusar atau placenta Mata yang masih
tertutupi oleh selaput Telinga Kaki depan dan belakang dengan panjang 6,5
cm, Ekor Anus Bentuk carunculae concaf pada kambing Carunculae
merupakan daerah bundar mukosa.
3. Embrio kelinci terdapat Embrio sudah melewati masa pembelahan sel Sudah melewati
morula, blastula dan gastrula Organ pada embrio tersebut belum terbentuk.
4. Embrio pada tikus
terdapat Jumlah
fetus 10 ekor Mata belum sempurna Ekor pendek Kaki belum sempurna.
5.
Embrio pada marmut terdapat Mata sudah sempurana Telinga sudah sempurna Terdapat cairan amnion Tipe ziskoidale.
6. Diferensiasi berlangsung pada jaringan
embrio awal.
7.
Mengiri
brastula tadi disebut dengan gastrula yaitu merupakan pertumbuhan yang terjadi setelah
blastula. Pada tingkat ini terjadi proses dinamisasi daerah-daerah bakal
pembentuk alat pada blastula, diatur dan dideretkan sesuai dengan bentuk tubuh
sepesies yang bersangkutan.
8.
Proses
tubulasi terjadi mulai dari daerah kepala sampai ekor, kecuali mesoderm, yang
hanya berlangsung di daerah truncus embrio.
9.
Segala
kebutuhan perkembangan embrio di atas memperoleh nutrisi makananan dari induknya
melalui pembentukan plasenta. Pembentukan plasenta dimulai pada hari kehamilan
yang ke-8,5.
10.
Plasenta adalah tenunan tubuh embrio dari
hewan induknya, yang terjalin pada waktu tumbuhnya embrio untuk keperluan
penyaluran makanan dari induk kepala anak dan zat buangan dari anak ke induk.
5.2
Saran
Diharapkan
pada asisten dosen jangan sampai datang terlambat sehingga tidak memakan waktu
yang cukup lama. Pada waktu kegiatan praktikum berlangsung seharusnya para
asisten memberi pengarahan pada para praktikan sehingga praktikan dan asisten
ada komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Halifah. 2007. Penuntun Praktikum Reproduksi dan
Embriologi.
Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM
Campball. 2003. Biologi
Jilid 3. Jakarta
: Erlangga
Hafez, E. S. E. 1993. Reproduction In
Farm Animals. USA : Lea and Febiger
Iksan. 1992. Diktan Inseminasi Buatan.
Malang : UB Press
Junquiera, Luis C. Carneiro Jose. 1980. Histologi
Dasar Edisi Ketiga. Alih bahasa Adji Dharma. Jakarta : EGC
Kholil, Kholifah. 2009. Petunjuk
Praktikum Sruktur Perkembangan Hewan II. Malang : Uin Press
Lindsay. 1982. Reproduction In Domestic
Livestock In Indonesia. University Of Queensland Press
Marjono, Budi. 1992. http : // www.
Geositis. Com / yosimite/ rabbit / 1744 html. Diakses tanggal 20 Mei 2010
Mukayat, Djarubita. 1984. Reproduksi
Hewan. Surabaya : IKIP Press
Nalbandov. 1990. Fisiologi Reproduksi
Pada Mammalia Dan Unggas. Jakarta : UI Press
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium, Metode Laboratorium
dalam Toksikologi. Yogyakarta : UGM
Novian, Darkuni. 1994. Embriologi Hewan
I. Malang : IKIP Malang
Partodihardjo, Soebadi. 1992. Ilmu
Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya
Rugh, R.
1971. A Guide to Vertebrate Development.USA
: Burgess Publishing Co
Sadler, TW. 1988. Embriologi Kedokteran
Edisi 5. Alih bahasa Irwan Susanto. Jakarta : EGC
Sudarwati, S. 1993. Perkembangan Hewan.
Bandung : ITB
Sugianto, 1996. Perkembangan Hewan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Suntoro, Susilo
Handari. 1990. Struktur dan Perkembangan Hewan. Yogyakarta : Universitas
Gajah Mada
Susilowati. 1989. Laporan Praktikum
Inseminasi Buatan Fakultas Peternakan. Malang : UB Press
Susilowati. 1992. Pengantar Fisiologi
Reproduksi. Malang : UB Press
Tenzer, A. 2001. Petunjuk Praktikum Perkembangan Hewan. Malang : JICA UM Malang .
Toelihere, Mozes. 1979. Inseminasi
buatan Pada Ternak. Bandung : Angkasa
Toelihere, Mozes. 1993. Analisis
Kualitas Semen Pada Ternak. Bandung : Angkasa
Yatim, W. 1990. Reproduksi Dan
Embriologi. Bandung : Tarsito
Yatim, W. 1996. Histologi. Bandung
: Tarsito










Tidak ada komentar:
Posting Komentar